Komnas Perempuan  Himbau Waspada Kekerasan dalam Penyelenggaraan Pemilu 2024

- 1 Februari 2024, 14:53 WIB
Komnas Perempuan
Komnas Perempuan / Lidiyawati Harahap/Antara News foto

Apabila dilihat secara objektif, pihak yang paling dirugikan dan merasakan dampak Pemilu yang penuh kekerasan adalah masyarakat. Publik hanya tahu bahwa partai-partai politik terbelah menjadi kubu-kubu. Ketika elite bisa dengan mudah bertemu dan berkoalisi karena disatukan dengan suatu kepentingan yang sama, warga justru terpecah belah. Bahwa kebanyakan elit politik cenderung tidak peduli perpecahan di dalam masyarakat saat berusaha untuk mendapatkan suara. Meskipun perpecahan tersebut sulit untuk bersatu kembali sekalipun Pemilu usai.

”Kita perlu memikirkan risiko yang kemungkinan terjadi di Pemilu serentak ini. Yaitu eskalasi politik jelang Pemilu Serentak 14 Februari 2024 yang berpotensi melahirkan ketegangan hingga kekerasan ditengah-tengah masyarakat dan keluarga. Perdebatan di sosial media yang memanas dan berpindah ke ruang nyata rentan menyemai ujaran kebencian, menumbuhkembang narasi-narasi bohong (hoax) yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, ujar Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang.

Veryanto juga menambahkan bahwa Pemilu 2019 juga mencatat korban pada penyelengara pemilu, khususnya di tingkat bawah seperti Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS dan Panitia Pemungutan Suara.

Januari 2020, media ramai memberitakan pernyataan Ketua KPU Arif Budiman bahwa pada pemilu 2019 sebanyak 894 penyelenggara pemilu meninggal dunia dan 5.175 mengalami sakit akibat kelelahan. Komnas Perempuan berharap bahwa penyelenggara pemilu (Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu) melakukan antisipasi agar peristiwa meninggalnya dan sakit pada penyelenggara pemilu di tingkat bawah tidak berulang pada Pemilu 2024. Komnas Perempuan juga merekomendasikan agar KPU dapat memastikan semua warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih dapat memfasilitasi pemilih menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2024.

Sementara Wakil Ketua Olivia Salampessy mengingatkan bahwa penyelenggaraan pemilu harus peka dan mengenali kerentanan perempuan dalam beragam bentuk kekerasan, baik fisik, psikis, seksual, ekonomi maupun siber, seperti yang terjadi dalam Pemilu 2019 sebagaimana temuan Komnas Perempuan, yakni intimidasi dan teror terhadap caleg perempuan di Aceh dan NTT, pencurian dan pengalihan suara caleg perempuan di Papua, serta pemecatan caleg perempuan terpilih oleh partai politik di Sulawesi Selatan. 

“Begitu pula dengan penyerangan seksual terhadap calon kepala daerah perempuan di Depok, Makassar dan Tangerang Selatan pada Pilkada 2020, serta ujaran kebencian perkosaan dengan unsur SARA pada Pilkada DKI Jakarta 2017, juga kekhawatiran para perempuan di daerah rawan konflik akan keamanan, baik sebelum, saat pelaksanaan dan setelah pemilihan, terutama menguatnya politisasi agama dan identitas yang menghambat mobilitas dan partisipasi perempuan dalam bersuara dan memberikan suara”, ujar Olivia.

Komnas Perempuan mengamati perlunya  persiapan keamanan yang ekstra sebagai sistem pencegahan kekerasan, bukan dalam arti force of power, dengan prinsip yang sama dengan Pilpres belajar dari 5 tahun lalu, termasuk penyikapan terhadap kekerasan siber berbasis gender

 

Halaman:

Editor: Lidiyawati Harahap


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah